Nama lengkapnya Mu’adz bin Jabal bin Amr bin Aus Al-Anshari Al-Khazraji, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia dilahirkan tahun 20 sebelum hijrah. Ia ikut dalam Bai’at Aqabah II.
Ia adalah salah satu di antara enam sahabat yang hafal Al-Qur’an pada masa Nabi. Ia ikut dalam perang Badar dan peperangan-peperangan lainnya.
Ia adalah sosok sahabat yang terkenal cerdas, otaknya cemerlang, manis tutur katanya. Dalam sebuah majlis, ia tidak memulai pembicaraan, kecuali ada yang bertanya. Ketika berbicara, dari lisannya seolah muncul cahaya dan mutiara.
Ia adalah sosok sahabat yang berwibawa, dermawan, budi pekertinya baik, dan wajahnya tampan.
Nabi pernah mengutusnya ke Yaman sebagai hakim dan guru bagi penduduk setempat. Beliau mengatakan dalam sepucuk surat yang dibawa Mu’adz, “Aku utus kepada kalian orang yang terbaik dari keluargaku.”
Sebelum Mu’adz berangkat ke Yaman dalam rangka melaksanakan tugas sebagai hakim di sana, Rasulullah bertanya, “Dengan dasar apa kamu memutuskan perkara, wahai Mu’adz?” Mu’adz menjawab, “Dengan Kitab Allah (Al-Qur’an).” Rasulullah menanyakan lagi, “Jika kamu tidak kamu jumpai dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Aku putuskan berdasarkan sunnah Rasulullah.” Beliau berkata,” Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?” Mu’adz menjawab, “Aku akan berijtihad dengan mengoptimalkan akal pikiranku.” Rasulullah membenarkan ucapan Mu’adz dan berkata, “Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan Rasul-Nya.”
Tentang Mu’adz bin Jabal, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, “Orang yang paling mengerti tentang perkara halal haram di antara umatku adalah Mu’adz bin Jabal.” Beliau juga pernah mengatakan, “Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin para ulama di hari kiamat nanti.”
Suatu hari, Rasulullah mengatakan kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Setiap selesai shalat janganlah kamu lupa mengucapkan, “Ya Allah, berilah pertolongan kepada hamba-Mu untuk senantiasa mengingat-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”
Tentang Mu’adz, Umar bin Al-Khatab mengatakan, “Kalau tidak ada Mu’adz, celakalah Umar.” Umar memang sering mengajak Mu’adz bermusyawarah dan memintai pendapatnya.
Ibnu Mas’ud pernah mengatakan, “Mu’adz adalah orang yang selalu khusyu’ dalam beribadah kepada Allah dan beragama secara hanif. Kami biasa menyerupakan Mu’adz dengan Nabi Ibrahim.”
Ia pernah mengatakan, “Kenalilah kebenaran dengan kebenaran, karena kebenaran itu memiliki cahaya, dan berhati-hatilah kalian terhadap putusan hakim yang menyimpang.”
Ia juga pernah mengatakan, “Pelajarilah ilmu apa saja yang kalian inginkan, karena Allah tidak akan memberi manfaat dari ilmu kalian hingga kalian mengamalkannya.”
Umar bin Al-Khathab pernah mengusulkan kepada Abu Bakar agar Mu’adz membagi dua harta kekayaannya saat menjabat sebagai gubernur Yaman. Tapi ia menolak dan menerima keberatannya. Kemudian Umar menemui Abu Bakar, tetapi Abu Bakar menolak mengambil harta tersebut. Lalu Umar berujar, “Sekarang harta itu halal lagi baik.”
Ia pernah bergabung dengan pasukan yang dipimpin Abu Ubadah Al-Jarrah dalam perang untuk membebaskan wilayah Syam. Ketika Abu Ubadah terserang wabah penyakit yang saat itu berjangkit di wilayah Syam, ia lalu menunjuk Mu’adz sebagai penggantinya. Keputusan Abu Ubadah ini disetujui Umar, tetapi hari itu juga Mu’adz menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ia meriwayatkan 157 hadits dari Nabi. Di antaranya, Rasulullah pernah mengutusnya ke Yaman. Sebelum berangkat, Beliau berpesan, “Kamu akan mendatangi suatu kaum, dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mematuhinya, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk menunaikan shalat lima kali dalam sehari semalam. Jika mereka telah mematuhinya, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang kaya mereka dan disalurkan kepada fakir miskin mereka. Jika mereka telah mematuhinya, maka berhati-hatilah kamu terhadap harta mereka dan takutlah kamu terhadap do’a orang yang teraniaya, karena antara do’anya dengan Allah tidak ada hijab (tabir).”(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Ketika akan meninggal, ia mengatakan, “Selamat datang maut, kekasih yang datang kepada orang yang merindukannya.”
Ia meninggal di Jordania bagian timur tahun 18 H dan jasadnya dimakamkan di Al-Ghaur.
*Alhamdulillah, smg bermanfaat*
Komentar Terbaru